Monday, March 28, 2011

IND-ONE-SIA

Ketika budaya bangsa terinterupsi oleh perkembangan media, anak bangsa tak lagi mengenal bangsanya sendiri.
Budaya asing pun telah mengevaporasi budaya bangsa sehingga kita kehilangan jati diri.
Sekumpulan anak kecil yang masih polos tak ubahnya dijadikan robot pemuas para raja media.
Gerombolan remaja yang masih ranum adalah sasaran empuk para penguasa dunia maya yang selalu menggoda mereka untuk menikmatnya.
Kelompok ibu-ibu muda sosialita telah terbius oleh brand-brand aksesori terkenal yang dipakai oleh artis di setiap penampilan mereka.
Sepertinya media telah menghambur dalam adonan perkembangan moral bangsa ini dan mungkin kini telah menjadi substansi utamanya.
Dalam segala kekeruhan yang terjadi di dalam tubuh bangsa ini tiba-tiba menyeruak sekelompok orang yang mengaku peduli akan kelangsungan bangsa ini.
Decak kagum dengan seluruh hormat telah terkumpul membuat suatu kekuatan untuk mereduksi kekuatan yang sama.
Namun memang mental sampah tak dapat digosok menjadi intan.
Sekejap menuai atensi khalayak tetapi kurang dari sekejap menjadi sampah masyarakat.
Mental bangsa ini telah habis ehm mungkin tersisa......................................
Sedikit.
Bukan aku menyangsikan yang lainnya tetapi aku berusaha realistis.
Kembalikan kepercayaanku! Kepercayaan kami!
Budaya tidak bicara mengenai profit namun suatu kewajiban bagi kita sebagai anak bangsa untuk melestarikan budaya Indonesia, apapun bentuknya.

-qonita sukma hutami-

Bangsamu, Indonesia!

Menelisik bangunan tua di depan lambang keperkasaan ibukota negara yang katanya besar ini bukanlah perkara sulit
Tinggal saja naik bus transjakarta ke arah Jakarta Kota lalu akan sampai lah ke tempat yang dituju
Bukan perkara sulit untuk menemukan jejak-jejak kejayaan masa lalu bumi pertiwi ini tapi..............
Apakah bukan perkara sulit pula untuk menyingkap semua tabir dan merangkaikan cerita itu menjadi indah dalam satu untaian benang merah penuh makna?
Pemikiranku tergelitik, jiwaku bangkit dan ragaku bergerak
Mungkin hal ini sangat membosankan untuk para pemuda yang seharusnya memegang kendali negeri ini,
Sejarah Bangsa Indonesia dan Budaya Bangsa Indonesia
Mereka lebih memilih menghabiskan waktunya untuk bertualang di dunia virtual tanpa makna, tanpa ujung, tanpa tujuan pasti, tanpa mengetahui arti kehidupan, tanpa melakukan hal yang berarti untuk dirinya, sekitarnya apalagi bangsanya
Miris.
Kata yang sangat cocok untuk mendeskripsikan itu secara singkat tanpa kehilangan makna di dalamnya
Dokumen sebagai bukti fisik perjalanan zaman pun sekarang benar-benar di ujung jurang kehancuran, dunia sastra menangis.
Arca sebagai perlambang adidaya kejayaan masa lampau dengan mudahnya dikomersilkan untuk kepentingan kaum borjuis, dunia arkeologi menangis.
Kebudayaan daerah sebagai hasil karya dan kebesaran bangsa ini mulai hilang ditelan hantaman media yang berlalu-lalang, dunia kebudayaan menangis.
Lalu kapan bangsa ini menangis karena pengeroposan jati diri yang sudah akut ini?
Haruskah menunggu teks proklamasi dicuri bangsa lain? Atau bendera pusaka diambil oleh sekelompok orang yang menginginkan perubahan pada republik ini? Atau revolusi fisik kembali terjadi?
Dimana taringmu wahai pemuda pelopor perubahan sejati?
Bukan masalah tentang seberapa besarkah kau benci pada pemerintah
Bukan masalah tentang seberapa jijikkah kau pada regulasi yang ada di republik ini
Bukan masalah tentang seberapa kau mengganggap bodoh para kaum borjuis itu
Tetapi lihatlah bangsamu membutuhkanmu!
Apa kau rela bangsa ini diisi oleh orang-orang seperti yang ada dipikiranmu?
Sejarah, bukan hanya sebagai sepenggal cerita masa lalu yang berlalu begitu saja tetapi sejarah ada untuk refleksi bagi kita, pemuda bangsa.
Budaya, bukan hanya sebagai pemanis untuk menghiasi keberagaman bangsa ini tetapi budaya ada untuk selalu mengingatkan akan jati diri bangsa bagi kita, pemuda bangsa.
Bukan melulu soal nasionalisme yang dikeramatkan tetapi hanya diaktualisasikan dengan tindakan konyol tanpa campur akal sehat sampai menghilangkan nyawa orang lain
Aku tahu kalau kau, kalian, mereka dan semua pemuda bangsa ini bisa melakukannya
Dan aku percaya bahwa keadaan bangsa ini akan berubah dan semua berawal dari para pengawal muda bangsa yang besar ini.

-qonita sukma hutami-

Sunday, March 20, 2011

Saat Semua Berubah

Melihat anak-anak itu bernyanyi sambil bermain dengan riang membuatku dapat tersenyum manis
Terus menerus aku perhatikan dengan seksama nyanyian yang disenandungkan kumpulan anak itu
Ada segaris kegetiran yang menggores hati dan pikiranku
Mereka dengan riangnya melantunkan lagu cinta melulu
Bermodal rasa penasaran aku pun mendekati dan bertanya pada mereka tentang lagu sirih kuning
Senyuman getir yang hanya dapat kuberikan ketika mendengar jawaban dari bibir mungil itu
Bagaimana mereka bisa tidak mengetahuinya?
Aku berusaha membongkar memoriku dan aku ingat lagu itu terus berdengung disekitarku sejak aku duduk di sekolah dasar
Ada apa dengan mereka?
Mengapa mereka tak mengetahuinya?
Satu lagi pelajaran yang aku dapat hari ini
Zaman telah menggerus peradaban bahkan sampai ke dalam pemikiran malaikat kecil seperti mereka
Budaya yang sedari dulu menjadi kebanggaan bangsa kini terdistorsi oleh gulungan rasa apatis terhadap negeri sendiri
Haruskah pemikiran murni para gadis lugu itu terdistraksi oleh abstraksi keadaan sekarang?
Haruskah jiwa mereka yang segar terinterferensi oleh kompleksitas zaman yang sedang terjadi pada abad ini?
Banyak pertanyaan berlalu-lalang dan hinggap disetiap bagian rongga otakku
Bukan bertanya siapa yang salah tetapi bagaimana cara mengubahnya
Mengubah keadaan sehingga berjalan sebagaimana seharusnya yang terjadi dengan alami
Membiarkan anak-anak kecil itu menghirup udara keceriaan mereka tanpa polusi kemunafikan yang mengotorinya
Melihat para gadis remaja tumbuh dengan dikelilingi cinta dan bisa merasakan cinta itu tulus tanpa syarat
Melewati hidup di negeri yang kaya raya ini sesuai dengan yang seharusnya menjadi bangsa yang kaya
Ku harap itu bukan hanya sekedar angan-angan belaka tapi aku yakin kalau itu adalah MIMPI

-qonita sukma hutami-

Tuesday, March 15, 2011

mana mimpimu?

Mimpi?
Ya, mimpi!
Kehidupan takkan tercipta tanpa mimpi, benar kan?
Kamu ada pun karena mimpi, iya kan?
Satu kata itu mempunyai ratusan eh lebih mungkin jutaan oh tak terhitung arti dalam pemaknaannya
Setiap orang memiliki arti tersendiri dalam memaknai mimpi
Mimpi=harapan, kataku
Mimpi=tujuan, katamu
Mimpi=hidup, kata kalian
Mimpi=punya gadget terbaru, kata mereka
Mimpi=?, kamu punya jawabannya sendiri-sendiri
Tapi benang merah yang merajut mimpi menjadi satu arti adalah setiap orang berhak mempunyai dan mewujudkan mimpi mereka masing-masing.
Tidak peduli mereka itu dari golongan yang mana, aku yakin mereka punya mimpi walau hanya bermimpi dapat memiliki rumah yang layak huni dan makan tiga kali sehari.
Mimpi berawal dari dirimu yang merasuk dan meracuni pikiranmu lalu menghancurkan segala sel-sel ke-pesimis-an yang menyelimuti pemikiranmu dengan eksekusi akhir peluh keringat yang menetes untuk mewujudkan mimpi itu.
Mimpi adalah proyeksi diri untuk bertahan hidup dan membiaskan arti kehidupan untuk yang meyakininya.
Bukan masalah mampu atau tidak mampu namun skala proyeksi keyakinan terhadap mimpi yang dimiliki setiap manusia itu berbeda.
Kalau aku akan membiarkan perbandingan itu tumbuh semakin besar sehingga aku dapat mengerti hidup lebih dalam walau tak dapat dihitung dengan kalkulasi yang akurat.
Buatlah proyeksi mimpimu sebesar mungkin sehingga membuatmu akan lebih mengerti makna kehidupan dan perjuangan pastinya.
Aku percaya kalau kamu, kita, kalian dan setiap elemen dalam bangsa ini dapat mewujudkan mimpi-mimpi indah!
Kita hidup karena mimpi dan mimpi ada karena kita hidup
Tetaplah menggaris dan menggambar proyeksi-proyeksi mimpimu dengan skala yang semakin besar dan tingkat kedetilan yang semakin rumit karena aku yakin semua berawal dari mimpi! :)

-qonita sukma hutami-